Jumat, 06 April 2012

Adhesi Sistem Reproduksi

Adhesi adalah gaya tarik-menarik antar molekul yang tidak sejenis. Teknisi mempelajarinya lebih dalam untuk menempel benda-benda dan biologiwan untuk mengerti cara kerja sel.
Kehamilan ditimbulkan dari serangkaian peristiwa yang terkoordinasi ketat yang dimulai dengan interaksi oosit dan spermatozoa (fertilisasi): dilanjutkan dengan aposisi, adhesi, dan invasi embrio ke dalam dinding uterin (implantasi); dan mencakup perkembangan plasma.

PROSES IMPLANTASI
Implantasi pada manusia terjadi antara hari keenam atau ketujuh setelah terjadinya fertilisasi, dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
1) aposisi blastosis/pendekatan blastosis ke endometrium
Aposisi adalah tahap pertama adhesi blastocyst pada dinding uterus
Rolling/aposisi adalah langkah pertama. Pada saat ini rangkaian extravasasi berhubungan ke interaksi pada selektin dengan ligand berbasis karbohidrat. Interaksi ini dinamakan “tethering”, memberi kesempatan lekosit untuk berguling pada dinding sel endothelial. Interaksi selectin adalah sangat dinamis. Pada implantasi embryo, keterlibatan selectin sangat penting saat aposisi. Ligand karbohidrat yang mengikat L-selectin berlokasi pada epitel luminal pada saat implantasi, mengingat trophoectoderm mengexprsikan L-selectin dengan kuat setelah hatching. Sitotrofoblas progenitor, sitotrofoblas dalam sel kolumner, dan cytotrophoblast invasive beraksi dengan kuat dengan antibodi L-selectin. Turunan trophoblast menggunakan L-selectin untuk berikatan pada ligand oligosakarida epitel uterus; ketika L-selektin diblok dengan antibodi spesifik maka adhesi ke epitelium gagal. Paparan dalam glicocalix pada EEC manusia (endometrial epithelial cell) adalah mucin , contohnya MUC-1, yang meningkat expresinya dari fase proliferasi ke skresi pada jaringan endometrium, dan diinduksi oleh blastocyst. Kemungkinan substrat yang mengikat MUC1 termasuk L-selectin, namun fungsi L-selectin sebagai molekul adhesi atau anti adhesi masih kontroversi.


2) dilanjutkan dengan perlekatan blastosis pada permukaan epitel endometrium.
3) invasi dimana sitotropoblas menembus epitel endometrium.

Persyaratan untuk terjadi kontak antara blastosis dan uterus adalah hilangnya zona pelusida dimana zona pelusida lisis oleh komponen cairan uterus. Walaupun lingkungan hormon dan komposisi protein uterus memudahkan implantasi, tetapi hal ini tidak akan terjadi bila embrio tidak dalam tingkat perkembangan tertentu. Kesimpulan dari keterangan ini adalah harus ada maturasi perkembangan permukaan embrio sebelum ia mampu berimplantasi.
Penelitian Hertig dan Rock (1945) menunjukkan bahwa menempelnya blastosis pada manusia dikatakan normal bila kutub blastosis tempat inner mass cell berada akan memasuki endometrium lebih dahulu (berada paling depan).
Ketika embrio sudah dekat sekali dengan endometrium, mikrovili pada permukaan tropoekderm mendatar dan bersatu dengan bagian lumen sel epitel terjadilah suatu hubungan/interaksi yang komplek. Schlarke dan Enders menggambarkan tiga macam urutan interaksi antara tropoblas yang tertanam dan epitel uterus. Pertama sel tropoblas masuk diantara sel epitel uterus pada selanya ke membrana basalis. Kedua, sel epitel mengangkat membran basalis menyebabkan tropoblas dapat masuk ke bawah. Ketiga, fusi antara tropoblas dengan sel epitel uterus. Penelitian pada binatang pengerat implantasi didahului dengan bertambahnya permeabilitas kapiler stroma uterus dan desidualisasi pada tempat blastosis akan menempel, ini menimbulkan hipotesis bahwa isyarat dari embrio mungkin merupakan faktor pencetus yang penting.
Tropoblas mempunyai kemampuan invasif dan dengan mengeluarkan beberapa zat untuk melekatnya dan pertumbuhan awal implantasi. Implantasi pada tahap lebih lanjut embrio dapat mendegradasi bahan komplek yang terdiri dari atas glikoprotein, elastin dan kolagen, yang kesemuanya adalah komponen normal bahan interselluler atau dikenal dengan extracelluer matrix (ECM). Setelah bahan interselluler mengalami lisis, memungkinkan embrio yang telah berimplantasi bergerak melintas lapisan epitel, selanjutnya embrio akan melakukan invasi. Proses invasi ini mirip dengan proses invasi tumor, embrio melakukan perekatan ke Ecm melalui peranan molekul adesi antara lain laminin dan fibronektin yang diproduksi oleh stroma endometrium, EXM proteolisis ,MMP, dan migrasi.
Invasi tropoblas dibatasi oleh pembentukan lapisan sel desidua di uterus. Desiuda terbentuk sebagai reaksi terhadap progesteron yang disekresi dalam jumlah banyak setelah ovulasi merangsang sel-sel stroma endometrium membesar membentuk sel-sell desidua yang berbentuk persegi banyak atau bulat dan intinya menjadi bulat dan vesikuler, sitoplasma menjadi terang sedikit basofilik. Ini merupakan ciri alami sebagai persiapan endometrium untuk implantasi. Proses desudualisasi ini akan menjadi ekstensif bila ada kehamilan.

INFERTILITAS
Adhesi Intrauterin (Sindrom Asherman)
Kelainan menstruasi (hipomenorea, amenorea, dismenorea) dan infertilitas merupakan gejala yang paling umum muncul pada wanita dengan adhesi intrauterin (disebut juga sinekia);yang lain mencakup abortus berulang dan plasenta akreta (dan variasinya). Mekanisme patofisiologinya berkaitan dengan vaskularisasi yang buruk dan disfungsi endometrium karena trauma. Trauma yang cukup berat sehingga menyebabkan terambil atau rusaknya endometrium dapat menyebabkan adhesi dan uterus dengan kehamilan dapat terluka. Pada salah satu penelitian yang melibatkan 1800 wanita dengan adhesi intrauterin karena intervensi sebelumnya, hampir 90% mengalami terminasi elektif kehamilan sebelumnya (67%) atau kuretase postpartum (22%).
Endometrium lebih mudah terluka antara minggu kedua sampai keempat postpartum dan resikonya meningkat dengan adanya endometritis. Kuretase untuk mengeluarkan missed abortion atau mola hidatidosa atau setelah bedah sesar bisa dilihat sebagai resiko lain. Kuran umum, adhesi terjadi sebagai komplikasi postoperatif pada miomektomi histeroskopi atau perabdominal untuk mioma intramural, prosedur metroplasti atau septoplasti, atau pembedahan uterus yang lain. Inflamasi atau infeksi kronis, biasanya tuberkulosis genital, juga dapat terjadi pada adhesi intrauterin; meskipun jarang terjadi di AS, kemungkinannya lebih besar pada wanita yang baru saja beremigrasi dari daerah dengan prevalensi penyakit tersebut yang lebih tinggi.
Faktor Tuba: Oklusi Tuba dan Adhesi Adneksa
Patologi tuba dan peritoneal merupakan sebab umum infertilitas dan didiagnosis pada kurang lebih 30-35% pasangan infertil. Riwayat penyakit inflamasi pelvis (PID), aborsi septik, ruptur apendiks, operasi tuba atau kehamilan ektopik memungkinkan adanya kerusakan tuba. PID tidak dipertanyakan lagi sebagai penyebab utama infertilitas karena faktor tuba dan kehamilan ektopik. Penelitian klasik pada wanita dengan PID yang didiagnosis dengan laparoskopi menunjukkan bahwa resiko infertilitas karena tuba meningkat dengan jumlah dan berat dari infeksi pelvis; secara keseluruhan insidennya kurang lebih 10-12% setelah satu episode, 23-35% setelah dua episode dan 54-75% setelah tiga episode PID akut. Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat 6-7 kali setelah infeksi pelvis. Meskipun banyak wanita dengan penyakit tuba atau adhesi pelvis tidak diketahui riwayat infeksi sebelumnya, bukti yang ada mendukung bahwa infeksi ascenderen “silent” merupakan penyebab tersering. Banyak wanita akan mempunyai peningkatan antibodi klamidia yang menunjukkan infeksi sebelumnya (didiskusikan kemudian). Penyebab lain dari infertilitas karena faktor tuba meliputi inflamasi berkaitan dengan endometriosis, penyakit inflamasi usus atau trauma operasi.
Adhesi dan jaringan parut
Seperti halnya pembedahan perut lain, maka caesar juga akan menimbulkan jaringan parut atau adhesi. Beberapa perempuan ada yang merasakan sakit akibat adhesi tersebut, tapi ada juga yang menjadi lumpuh akibatnya. Adhesi yang luas bisa menimbulkan komplikasi lain yang menimbulkan rasa sakit sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous:http://ksatria.blogs.ukrida.ac.id/blogs/author/ksatria/page/7/. Diakses Pada Hari Minggu 25 maret 2012
Anonimous:http://adekamansyah.blogspot.com/2011/11/infertilitas-pada-wanita.html.Diakses Pada Hari Minggu 25 maret 2012
Anonimous:http://adekamansyah.blogspot.com/2011/11/cross-talk-antara-embryo-endometrium_08.html .Diakses Pada Hari Minggu 25 maret 2012
Syamhudi,Budi.DR .2005. Peranan Interleukin-1β Pada Proses Implantasi. Departemen Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas.Palembang
Kim JJ, Fazleabas AT, Uterine receptivity and implantation: The regulation and action of insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1), HOXA10 and forkhead transcription factor-1 (FOXO-1) in the baboon endometrium , Reproductive Biology and Endocrinology 2004, 2:34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar